Seruan dari Cimanggis


Matahari terang benderang, panas. Kamis (11/1) di Wisma Hijau, kawasan Mekar Sari, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, kesibukan terlihat. Ada puluhan meja kayu bulat tertata di halaman taman wisma yang berumput hijau dengan peneduh pohon rambutan. Ada panggung beratap terpal berwarna putih berkarpet hijau, tingginya sekira 30 sentimeter.

Puluhan mobil sudah terparkir rapi. Suasana ramai. Tamu undangan khusus duduk di bagian depan bangku tunggal tanpa meja. Di bagian belakangnya, undangan lainnya duduk di bangku dengan meja bundar. Banyak juga undangan yang berdiri di pinggiran taman.

Di areal seluas satu hektar itulah, sedang ada penghelatan para tokoh kritisi dengan tajuk yang tertera di dinding panggung “2007, Tahun Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberantasan Kemiskinan.” Di sana banyak sosok yang terlihat, ada Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, tokoh dari Nahdatul Ulama, terlihat Frans Seda, Arswendo Atmowiloto, WS. Rendra, Imam Prasodjo, Syafii Ma’arif, dan para tokoh LSM.

Pukul 10.00 WIB, acara berlangsung. Mantan Presiden RI Gus Dur yang diapit dua ajudan, melangkahkan kakinya menuju panggung. Sudah menunggu Bambang Ismawan dari Yayasan Bina Swadaya. Mantan Presiden ini langsung mengemukakan pendapatnya sambil duduk.

Sejam kemudian, Syafii Ma’arif yang dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah, juga menyampaikan unek-unek sambil berdiri di atas panggung membelakangi Gus Dur dan Bambang Ismawan. Yang disampaikan oleh ketiga sosok ini, melulu soal situasi dan kondisi masyarakat Indonesia.

Ketiganya berdiri serentak menuju bibir panggung. Gus Dur di tengah, Syafii Ma’arif sebelah kanan dan Bambang Ismawan bagian kiri. Bambang membentangkan secarik kertas dan langsung membacanya. “Seruan Cimanggis,” ujar dia. Semua tamu undangan terdiam. Suasana tenang.

Bambang Ismawan adalah sosok pendiri Yayasan Bina Swadya (YBS). Akhir tahun 2006, dia mendapatkan penghargaan sebagai Social Entrepreneurship 2006 versi Ernst & Young Indonesia. Untuk Ernst & Young Internasional di Monaco City, dari Indonesia diperoleh oleh Dr. (HC) Jacob Oetama sebagai Enterpreneur of The Year 2006.

“Maraknya ketidakberdayaan masyarakat di berbagai sektor serta meningkatnya kemiskinan yang sangat memilukan, mendorong kami untuk lebih meningkatkan upaya dan menyatukan gerak yang berfokus pada peningkatan keberdayaan masyarakat dan terkikisnya kemiskinan di wilalah Indonesia,” papar Bambang sambil membaca naskah.

Dalam seruan itu, ketiga sosok ini akan menggalang kekuatan bersama elemen masyarakat lainnya. Tekadnya, menjadikan tahun 2007 sebagai tahun pemberdayaan masyarakat dan pemberantasan kemiskinan. “Kami yakin, kemiskinan dan keterbelakangan akan dilenyapkan dari bumi Indonesia,” ujar Bambang, masih terus membaca teks itu.

Usai pembacaan seruan itu, ketiga sosok melangkah turun dari panggung menuju sebuah pamflet yang tertutup kain putih. Membentang “Seruan Cimanggis” berukuran besar.

Seperti biasanya, Gus Dur diapit pembantunya. Tangan kanannya memegang spidol hitam untuk bertandatangan. Seorang ajudan membantu mengarahkan tangannya ke tempat yang harus ditandatangani. Tak meleset. Tandatangan Gus Dur tercoret persis di atas namanya. Kemudian diikuti Syafii Ma’arif dan Bambang Ismawan.

Pamflet seruan itu ada lima poin. Pertama, peningkatan kemampuan masyarakat (capacity building) untuk mengatasi masalah sendiri. Kedua, menghubungkan sektor ekonomi rakyat dengan lembaga-lembaga perbankan agar mendapatkan pelayanan keuangan. Ketiga, membangun jejaring kerjasama dengan pemerintah pusat dan daerah untuk memfasilitasi dan serta melindungi usaha-usaha ke arah pemberdayaan masyarakat.

Sedangkan yang keempat, membangun kerjasama saling menguntungkan dengan dunia usaha, baik sektor keuangan maupun sektor riil. Dan yang terakhir, membangun jaring kerjasama di antara sesama lapisan sektor masyarakat warga dengan lembaga philantropi nasional maupun internasional bagi pengembangan keberdayaan masyarakat.

Gus Dur dalam sambutannya mengatakan, ada dua sasaran perekonomian, yakni pertumbuhan dan pemerataan. Kalau keduanya dapat dijalankan, maka masyarakat tidak pincang seperti ini. Karena pemerintahan Orde Baru, kata dia, hanya memperhatikan pertumbuhan. Sedangkan masalah pemerataan, akhirnya dilupakan. “Akibatnya sekarang, kita menerima dampaknya,” ujarnya.

“Kita juga harus menciptakan sektor nonformal yang kuat. Ini adanya di pasar-pasar kecil. Seperti angkutan kota dan sektor nonformal lainnya, Sektor ini yang harus dibangun,” saran Gus Dur.

Sedangkan Syafii Ma’arif mengemukakan, “betapapun beratnya beban bangsa ini. Walaupun dari darat, laut, dan udara sudah tidak aman lagi bagi bangsa ini. Tapi marilah kita tetap kibarkan bendera optimisme,” tuturnya.

Reactions

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu