Seniman Yang (Tak) Tersingkir Zaman

Nama besar Ling Nan Lung yang besar di era tahun 1940-1990an, seakan sudah redup ditelan masanya. Bahkan, tak banyak referensi sosok dari seniman Indonesia keturunan China ini. Padahal, karya seni rupa bercorak ‘chinese painting’ goresan Ling Nan Lung dikagumi banyak negara.


Tak hanya seni rupa, Ling Nan Lung juga diakui karya seni pahatnya. Presiden Soekarno sempat terpicut dengan karya pahatnya yang bertajuk ‘Soekarno’. Kini, karya-karyanya seakan jaya kembali. Tak sedikit orang yang masih memburu semua goresan karya Ling Nan Lung hingga ke mancanegara.

Sekilas Ling Nan Lung. Ia dilahirkan di Pangkalpinang, Bangka pada 17 Mei 1915. Belajar melukis di China Institute of Arts di Hang Zhao. Ia pernah bekerja di museum seni di Tiongkok. Dari sana, kembali ke Indonesia dan tahun 1955 mendirikan ‘Yin Hua yang diketua Lee Man Fong dan Yap Thay Hua sebagai Wakil Ketua. Ling Nan Lung di organisasi kumpulan seniman China Indonesia itu menjabat Bendahara.

Tahun 1965, di Jakarta ‘meledak’ kasus pembunuhan para jenderal yang dikenal dengan gerakan 30 September. Partai Komunis Indonesia (PKI) dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab. Ironis, kejadian tersebut juga terjadi pembersihan para seniman-seniman yang berafiliansi ke PKI. Tak hanya itu, kekuasaan Soeharto juga merangsek habis semua budaya China di Indonesia.

Semua seniman China ketar-ketir. Ling Nan Lung pindah dari satu tempat ke tempat lain. Hidupnya tak beraturan. Tahun 1970-an, ia diketahui bersembunyi di salah satu rumah petak berukuran kecil di daerah Slipi, Jakarta. Walau rasa takut melukis masih berkecamuk, namun dari persembunyiannya itu, Ling Nan Lung diam-diam tetap melukis.

Setiap hari, ia merobek kertas kalender berukuran 17x15 sentimeter. Ia goreskan cat air, sehingga menjadi satu lukisan penuh makna. Dari goresan itu, ia menghasilkan ratusan karya beraliran abstrak. Sulit memaknai karyanya, namun bagi beberapa orang yang mengenal Ling Nan Lung, karyanya lebih dikenal dengan kepribadian dan mempertahankan corak budaya China dari karya abstrak beraksara.

Era sebelum masa persembunyian, Ling Nan Lung gemar melukis objek yang dilihatnya. Karya realis-nya cukup punya makna kenyataan hidup. Ia melukis pasar, pedagang, pencari ikan, dan lainnya. Dari bentuk chinese painting, ia melukis ikan, burung, bambu, dan pemandangan alam. Yang tak kalah menariknya, ia menggambarkan suasana kota-kota di China dan Eropa.

Sebelum Ling Nan Lung meninggal pada Mei 1999, ia terus menyempatkan diri melukis dan menyalurkan kepiawaiannya ke banyak orang keturunan China di Indonesia untuk berlatih melukis chinese painting. Semua karyanya kini terkumpul rapi oleh salah seorang kolektor di Indonesia yang juga mantan muridnya.

Kumpulan karya Ling Nan Lung baru beberapa tahun terakhir ini akhirnya ditemukan. Semua karyanya terpendam dan ditemukan dalam peti di gudang tua yang dekat dengan persembunyiannya. Bagaikan menemukan harta karun yang selama ini terpendam puluhan tahun lamanya.

Tak hanya karya bentuk chinese painting, kolektor ini juga menyimpan dengan rapi karya abstraknya, karya sketnya, karya lanskap, bahkan foto-foto pribadi Ling Nan Lung. Hingga sekarang, kolektor ini masih terus mencari dan ingin mengoleksi karya lainnya untuk dijadikan buku kumpulan karya Ling Nan Lung. ADVERTORIAL



Biografi

1951 : Born in Pangkalpinang, Bangka, Indonesia
1935 : Education at The National Arts Academy at Hang Zhao, China
1937 : The 1st winner of Sculpture Competition at Hang Zhao, China.
1942 : The 1st Chinese Art National Exhibition, Kwei Yang
1944 : Exhibition at Chungking
1945 : Join Exhibition with Qi Bai Shi, Lin Feng Mian, Pan Tian Shou, etc.
1946 : Ling Nan Lung Art exhibition at Hang Zhao, China.
1950 : Exhibition at Amsterdam, China, Taiwan, Singapore, Kuala Lumpur, Jakarta, Central Academy of Fine Arts, Beijing.
1951 : Exhibition at M.L. de Boer, Amsterdam.
1951-1952 : Recruited by Marten Tooder’s Studio made of 65 painting at Edinberg, New York
1952-1958 : Exhibition at Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar.
1975 : received bronze medallion of his music and dance sculpture in Paris
1975-1999 : Exhibition at Hongkong, Shanghai, Taiwan, Beijing, Nanjing, Indonesia and last known as Chinese Painting professor which tought at Hilton social services, Jakarta.





Reactions

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu