Energi dan Rejeki di Kelapa Gading

Kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara berkembang menjadi pusat bisnis terbesar dengan tata ruang yang menarik untuk kalangan usaha. Orang Tionghoa percaya Feng Shui di situ membawa keberuntungannya.

Tahun 2002 dan 2007, banjir besar melanda seluruh pusat perdagangan kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Rumah warga, restoran, pusat perniagaan, dan mall-mall, sepi pengunjung. Kawasan itu seakan jadi kota mati. Tak ada aktivitas apapun di sana ketika air bah menggenangi Kelapa Gading.

Namun demikian, banjir tak menghalangi para pebisnis untuk tetap berniaga di sana. Setiap tahun angka kepadatan tempat usaha kian bertambah. Pada tahun 2000 diperkirakan hanya 2.500 unit saja, kini sudah mencapai angka 6.000 unit. Sedangkan untuk rumah tinggal diperkirakan mencapai puluhan ribu unit.

Kawasan yang dulunya adalah rawa itu sekarang sudah menjadi pusat bisnis yang padat. Walaupun harga jual properti di wilayah ini semakin tinggi, Kelapa Gading tak pernah sepi dari peminat. Apalagi dengan penataan yang semakin apik yang mengedepankan kenyamaan bagi pengunjungnya.

Tahun 1980-an, Kelapagading mulai dikembangkan. Awalnya, hanya untuk kalangan usaha kecil dan rumah tempat tinggal. Harga rumah di situ, berkisar Rp25 jutaan. Hanya berselang beberapa tahun kemudian naik menjadi Rp75 jutaan. Kini, harganya melambung sampai dengan Rp1 miliaran.

Setelah pemukiman menjamur, wilayah ini disulap lagi oleh pengembangnya dengan membangun tempat-tempat bisnis. Hanya dalam hitungan beberapa tahun saja, teras kawasan bisnis Kelapagading sudah meriah dengan beraneka macam tempat usaha. Ada mall-mall dengan arsitektur modern, Supermarket, kios, toko dan tempat usaha lainnya.

Poros jalan utama di Kelapa Gading yang dikenal sebagai Kelapa Gading Boulevard ramai dikunjungi orang. Maklum, area bekas rawa itu ini ditumbuhi beraneka rupa restoran yang memanjakan lidah pengunjungnya dengan berbagai macam masakan. Mulai dari makanan khas nusantara, China, Korea, dan lain sebagainya.

Walaupun kawasan itu akan terus terancam banjir, menurut ahli Fengshui, Kwan Lukita, Jakarta Utara tetap menjadi kawasan yang punya chi (energi) yang baik. Karena, kawasan itu berdekatan dengan laut atau air, dan merupakan wilayah yang dulunya, berpijak dari air. Daerah beruntung lainnya adalah Jakarta Barat yang sebagian kawasannya juga dekat dengan air.

“Jadi, bukan hal aneh lagi kalau akhirnya bagian utara banyak dikejar orang untuk mendapatkan keberuntungan,” ujarnya.

Bagi kalangan Tionghoa yang memercayai Fengshui, kendati Kelapa Gading dilanda banjir yang hebat sekalipun, mereka takkan pernah bergeming. Mereka percaya kalu musibah banjir dianggap hanya sesaat saja, dibandingkan keberuntungan yang akan terus mengalir ke sana.

Terjadinya migrasi kalangan bisnis ke utara atau barat, karena dua wilayah itu menjadi lintasan luncuran air dari selatan yang juga masuk kategori pergunungan. “Limpahan yang paling besar ke utara, karena daerah rendah dan paling dekat dengan lautnya,” ujarnya.

“Limpahan air (keberuntungannya) cukup bagus. Semua rejeki yang selama ini dikuasai bagian selatan, meluncur deras ke bagian utara. Ibaratnya, air bah tumpah ruah. Jadi tumpahan itulah yang sekarang dinikmati kawasan Kelapa Gading dan sekitarnya,” ujar Kwan.

Pembagian wilayahnya: selatan adalah kawasan elit, barat untuk kelas menengah, timur menjadi kawasan peralihan, dan utara adalah wilayah buntu. Bagian barat dan utara, menurut dia, wilayah yang berdekatan langsung dengan transportasi laut dan udara.

Feng Shui atau istilah yang orang sebut juga Hong Shui, merupakan warisan kebudayaa leluhur warga Tionghoa. Tradisi ini dipercaya dapat meningkatkan kehidupan dan keberuntungan seseorang. Untuk membangun rumah tinggal serta tempat usaha, hingga rejeki. Dalam Feng Shui, setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda dengan tingkat keberuntungan yang tidak sama.

Mengenai kabar adanya peralihan naga ke kawasan utara, Kwan mengemukakan, masalah itu tidak pantas dijadikan sebagai penerawangan keberuntungan dalam Feng Shui. Karena naga tetap berada di negerinya, Tiongkok.

“Kalau saya melihat, chi (energi) memang sedang ke arah ke utara saja. Nggak ada hubungannya dengan wilayah yang dimirip-miripkan dengan naga yang membawa keberuntungan,” ujarnya.

Menurut dia, chi wilayah utara atau Kelapa Gading, suatu saat bisa saja berubah jika terjadi perubahan tata letak ruang maupun diabaikannya konsep Feng Shui yang sudah diaturnya. Misalnya, konsep awal para ahli Fang Shui sudah memperhitungkan pembagian arah, waktu dan posisinya. Tapi, jika suatu saat berubah tanpa dilibatkan kembali ahli Feng Shui-nya, maka keberuntungan akan ikut berubah.

Kwan pernah dilibatkan untuk pembangunan ITC Mangga Dua, Jakarta Utara. Sebelum dibangun, ia sudah memberikan konsep letak dan arah yang baik untuk keberuntungan usaha kawasan itu. Saat pembangunan, tiba-tiba berubah tanpa sepengetahuan dirinya. “Ada penambahan bangunan, akhirnya chi nya jadi berubah,” ujarnya.

“Contohnya lagi Blok M, Jakarta Selatan. Kawasan itu dulunya ramai, sekarang sepi. Karena tiba-tiba dibangun terminal yang menurut Feng Shui, salah dalam tata letak arah keberuntungannya juga,” ujarnya lagi.

Pantas, Kelapa Gading menjadi sentra bisnis yang kian berkembang. Semakin banyak uang yang mengalir ke tempat itu. Hujan lebat dan banjir, bagi orang yang percaya Feng Shui, justru dianggap rejeki.

Reactions

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu