Olahraga Budak yang Indah dilihat

Musik samba terdengar keras di satu ruangan Mal Citraland, Grogol, Jakarta Barat. Puluhan remaja berpeluh keringat. Tubuh mereka meliuk mengikuti musik ala negeri Brazil itu. Seluruh badan seperti lentur bak seorang penari. Sesekali mereka harus melompat sambil memutarkan badan. Dan sesekali pula, mereka mengambil posisi siap sergap dengan tangan dan kepala yang lunglai.

Itulah sebagian kecil gaya dari olah diri yang dikenal dengan sebutan Capoeira. Olahraga dan permainan seni yang terlihat atraktif dibandingkan lainnya. Bagi kebanyakan orang, mungkin masih terasa asing. Tapi, tidak sedikit juga orang yang sudah mengenalnya. Di Indonesia, olahraga ini mulai berkembang sejak pertengahan 2003.

Sekilas, olahraga ini seperti tarian. Padahal, Capoeira adalah permainan bela diri yang mengandalkan seluruh tubuh untuk menjadi benteng pertahanan dan perlawanan. Karena selama ini, seni beladiri lebih menekankan kekuatan tangan atau kaki. Tapi untuk yang satu ini, kepala pun kerap menjadi andalan menyerang.

Sejarah Capoeira berawal dari Brasil di tahun 1695. Di negeri itu, biasa diperagakan para budak dari afrika di masa penjajahan Portugis. Budak-budak ini berupaya melarikan diri dengan kaki dan tangan yang diborgol. Dengan kondisi tubuh itulah, akhirnya olahraga beladiri ini dikembangkan untuk melumpuhkan petugas.

Capoeira oleh pemerintahan Brasil sempat dilarang. Karena berakibat semakin banyak pemberontakan yang dilakukan oleh kaum budak. Baru pada masa pemerintahan Presiden Getulio Vargas, 1930, penguasa mengurangi tekanan pada ekspresi kebudayaan rakyat, termasuk Capoeira.

Kelonggaran ini akhirnya dikembangkan Mestre Bimba menjadi seni bela diri. Berkat usahanya itu, Bimba dijuluki "bapak Capoeira modern". Akhirnya olahraga ini merambah Amerika Serikat pada 1970-an. Namun kurang akrab di telinga warga Amerika. Sedangkan gerakannya diadaptasikan dengan musik disko dan black music, hingga tercipta breakdance. Pada 1990-an, capoeirista asal Brasil mampu menyatukan kembali musik Brasil dengan yang aslinya.

Saya mencoba mengikuti gerakan dasarnya. Kaki diputar ke kanan sambil mundur ke belakang. Badan dibungkukan sambil tangan dan kepala diliukan. Kaki harus terus bergerak dengan sesekali dinaikan sebatas dada. Ada juga variasi melompat dan salto, layaknya senam lantai. Hanya beberapa menit saja, sudah terasa melelahkan.

“Mudah lelah, karena semua tubuh harus bergerak semua. Dari kepala, tangan, perut, dan kaki menjadi andalannya. Untuk mengulangi lemak, olahraga ini cukup baik. Terutama yang ingin tubuhnya terbentuk indah,” ujar Steven Andrews, Instruktur Capoeira.

Efek untuk kesehatan tubuh, tergolong cepat. Menurut dia, pembakaran lemaknya lebih cepat dibandingkan aerobik dan fitness. Sekali mengikutinya, pembakaran lemak minimal bisa sebanyak 1500/kalori per jamnya. Jika lebih diseriusi, maka pembakarannya bisa mencapai 4800 kalori per jamnya.

Di tempat latihannya, sebagian besar adalah kalangan remaja yang berprofesi sebagai pekerja, mahasiswa dan siswa. Menurut Steven, Capoeira sudah menjadi semacam gaya hidup yang sedang trend. Selain dengan gaya dinamis dengan unsur seni bela diri, unsur olahraganya juga sangat kuat.

Olahraga ini tak sulit ditemukan di Jakarta dan kota lainnya di Indonesia. Kebanyakan berada di pusat perbelanjaan. Untuk bergabung, hanya dikenakan biaya paket kelas dari Rp150 ribu sampai Rp300 ribu. Sedangkan pakaian khusus Capoeira Rp250 ribu. Pakaian ini, langsung kiriman dari negeri asalnya, Brazil.

“Bahan pakaiannya tidak ada di Indonesia. Karena, punya kelenturan tersendiri yang berbeda dengan bahan lainnya. Terpaksa, pakaian ini kita kirim khusus dari Brazil,” ujar Steven.

Yang paling seru dari olahgaya ini, ketika pertarungan adu akrobat. Mereka membuat lingkaran. Musik ala Brasil tak lagi terdengar dari kaset. Tapi, musik gendang dipadu dengan berimbau dan caxixi yang kini didendangkan. Dengan alat musik tradisional Brazil itu, terdengar mistis. Capoeira memiliki filosofi tentang sociality atau kebersamaan antar Capoeirista.

Berimbau adalah alat musik yang menyerupai busur berdawai tunggal yang terbuat dari batang pohon. Alat ini, dalam Capoeira, punya makna sentral yang menentukan tempo nyantian dan berpengaruh dengan irama gayanya. Sedangkan caxixi, semacam kenclekan yang melengkapi irama.

Masing-masing mencari pasangan untuk bertarung ala Capoeira dengan isyarat menepuk telapak tangan lawan. Dan saat itu juga, semua jurus dipertunjukan. Melompat, salto, meliukan badan, tangan yang dipadukan dengan gerakan kepala. Yang membuat lingkaran, sambil bertempuk tangan dengan melantunkan lagu khas ‘negeri Pele’.

Pertarungan adu akrobatik, seperti menjadi hiburan tersendiri. Gerakannya begitu bebas dengan banyak variasi. Yang paling penting, memahami terlebih dahulu gerakan dasarnya, seperti ginga (gerakan jalan), esquiva (gerakan menghindar), au (gerakan akrobatik), queixada (tendangan ke arah dagu), dan ahmada (tendangan kompas).

Capoeira memiliki tingkatan atau tahapan bagi Capoeirista. Seluruhnya ada 18 tingkatan dan minimum pemain Capoeira berumur 18 tahun. Untuk mencapai satu tingkatan diperlukan waktu 6 bulan. Namun Capoeira ini bisa juga dimainkan anak-anak, hanya saja dengan gerakan lebih sederhana.

Tidak mudah memahami dengan cepat gerakan-gerakan itu. Bagi yang pemula, kata Steven, bisa memakan waktu setahun hingga dua tahunan. Sebenarnya, bisa cepat dipelajari. Persoalannya, banyak pemula yang enggan memperlihatkan ekspresinya. “Capoeira harus lebih melepaskan ekpresinya. Tidak perlu ragu untuk melakukan gerakan,”

Para capoeirista, merasakan kenikmatan sendiri mengenal olahgaya ini. Dani, pekerja swasta berusia 24 tahun mengatakan, Capoeira tidak hanya sekedar menjadi olahraga, tetapi ada kelihaian tersendiri untuk membentuk diri dan belajar seni bela diri.

Dia baru sebulan mengenalnya. Ketika mencoba, ia langsung merasa tertarik untuk mendalaminya. Tidak seperti olahraga lainnya, Capoeira seakan punya keunikan tersendiri untuk kesehatan. “Di tubuh terasa enak. Apalagi, semua badan ikut bergerak. Yang paling terasa, di bagian kaki,” tuturnya.

“Lumayan sulit ikuti gerakannya. Tapi sangat mengasyikan. Tubuh terasa ringan dan lentur. Kalau soal capek, Capoeira lebih terasa lelahnya. Yang paling diperlukan kelincahan,” ujarnya.

Reactions

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu