Mengatur Banjir ke Jakarta

Awal Februari 2007, hujan rintik terjadi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Warga di Perumahan Villa Nusa Indah I yang berdekatan dengan Kali Cikeas dan Kali Cileungsi, terlihat sibuk mengangkut barang-barang. Ada intruksi dari Ketua Rukun Warga setempat untuk mulai waspada menghadapi luapan air yang akan terjadi secara tiba-tiba datang dari daerah aliran sungai (DAS) Cikeas.


Warga berkeyakinan, air kiriman Bogor sudah tidak bisa lagi dibendung. Walaupun masyarakat sudah memfungsikan pompa air berkuatan 150 liter per detik untuk membuang air. Namun upaya itu nampaknya tak berhasil. Air sungai terus saja memasuki komplek.

Situasi juga sudah mulai genting. Warga semakin gelisah dengan adanya informasi, banjir di Kota Bekasi Siaga I. Tak ayal lagi, pengungsian akhirnya dilakukan oleh warga. Ada yang membawa televisi, radio, komputer, dan tas berisi pakaian. Listrik juga sudah mulai dipadamkan.

“Mau ke rumah keluarga di Jakarta. Katanya, Jakarta relatif aman dari banjir,” tutur Randi, teman saya yang tinggal di perumahan itu.

Saya ikut membantu mengangkut barang-barang miliknya. Sementara air dalam hitungan detik terus meninggi. Awalnya hanya terasa di tapak kaki, berselang 30 menit sudah mencapai tumit. Nampaknya terus meluber. Karena arus di depan rumah juga semakin deras. Ternyata banjir di Kota Bekasi tak hanya di perumahan itu. Di beberapa pemukiman yang berdekatan Kali Bekasi, juga terancam.

Dari radio walkman yang saya kenakan untuk memantau banjir, Ciledug sudah mulai tergenang. Sudah terjadi pengungsian warga. Bahkan tim SAR juga sudah melakukan evakuasi. Air sudah mencapai satu meter. “Ciledug lebih parah dari Bekasi,” kata saya.

“Loh…kok Jakarta masih belum tergenang. Padahal, biasanya Jakarta lebih dulu kebanjiran. Apalagi di bantalan kali Ciliwung. Informasinya, masyarakat Kampung Melayu baru bersiap-siap,” ujar teman saya. Kampung Melayu, adalah wilayah Jakarta yang biasanya pertama kali merasakan banjir dari luapan Sungai Ciliwung.

Usai membantu pindahan barang, saya meluncur meninggalkan Bekasi menuju Jakarta melalui jalan Kali Malang yang merupakan jalur penghubung antara Jakarta Timur dengan Kota Bekasi. Di Kali Malang, air juga sudah meluap dan nyaris rata dengan jalan.

Jakarta terakhir terkena luapan banjir dari Bogor, menjadi perbincangan hangat di posko banjir Kampung Melayu dan pintu air Manggarai. Apalagi sejak persoalan pembukaan pintu air Manggarai yang kian merebak dan berkesan lamban dibuka. Padahal, saat banjir sudah menenggelamkan wilayah Kampung Melayu, pintu air Manggarai sudah melebihi batas normal.

Saat pintu air masih tertutup, saya berada di lokasi. Air memang terlihat bergolak dengan arus yang kencang. Karena melebihi batas ketinggian, air akhirnya melintas dari atas sela pintu bendungan. Sementara di sungai di sisi kawasan Menteng, ketinggian air sisa 50 sentimeter lagi akan meluber ke jalan raya.

Dalam perbincangan saya dengan seorang petugas posko banjir di Kampung Melayu, saya ketahui banjir kiriman dari kawasan Cisarua dan Bogor banyak diarahkan ke kawasan pinggiran Jakarta. Banjir yang terjadi di Ciledug dan wilayah Tangerang dan sekitarnya, adalah genangan yang pertama kali di rasakan warga.

Banjir di bagian barat Jakarta ini, bersumber dari dibukanya terlebih dahulu aliran sungai di Parung, Bogor yang melintasi Batu Belah dan terus ke Sungai Cisadane. Alhasil, wilayah itu terendam banjir.

Sedangkan banjir di wilayah Bekasi, bersumber dari kiriman air dari Bogor yang melintasi Sungai Cileungsi, Sungai Cikeas dan Kali Bekasi. Aliran ke wilayah ini berasal dari bagian timur Jakarta.

Lalu, bagaimana dengan Jakarta? Ibukota Negara ini yang paling terakhir mengalami banjir. Padahal, sangat tidak memungkinkan Katulampa mampu menahan luapan air yang sudah melebihi kapasitasnya. Jakarta berada di kawasan tengah aliran sungai selain barat dan timur. Aliran air dari Bogor yang meluncur masuk ke pintu air Depok dan terakhir akan meninggi di pintu air Manggarai.

Sebelum masuk ke pintu air Manggarai, air kiriman dari Bogor akan memakan waktu sepuluh jam untuk tiba di Jakarta dengan melintasi sungai Ciliwung. Tak aneh lagi, warga bantalan kali itulah yang menjadi dampak terkena air kiriman dari Bogor yang ditahan pintu air Manggarai. “Kita tinggal menunggu intruksi buka saja,” ujar petugas pintu air Manggarai saat itu.

Reactions

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu