Romantisme Padi

Senja menjelang Jakarta awal September 2007. Satu di antara gedung lainnya di Jalan Blora, Jakarta Selatan terlihat padat mobil dan motor yang sedang parkir. Kantor bernomor lima itu bersebelahan dengan rumah makan gado-gado boplo. Di halamannya terpampang plang bertuliskan: e-motion, nama perusahaan rekaman dan penyedia layanan mobile phone milik keluarga istri Piyu, pemetik gitar grup band Padi.

Kantor e-motion berlantai dua. Pada gedung itu tak terdapat selembar pun daun jendela, sebagian besar tembok dan hanya ada satu pintu masuk yang terbuat dari kaca. Ruangan tamu di lantai satu bagian depan jadi tempat resepsionis dan satu ruangan lagi bagian belakang untuk karyawannya. Lantai duanya, untuk para pimpinan perusahaan itu.

Pria bernama Asli Satriyo Yudi Wahono itu lahir di Surabaya 15 Juli 1973. Sebagai gitaris dari grup band Padi, nama Piyu tak lagi asing dalam blantika musik Indonesia. Bersama dengan Yoyo (drummer), Fadly (vokalis), Rindra (bass) dan Ari (gitar), Piyu mendirikan Padi pada 1996.

Padi latihannya di gedung sebelah,” ujar Aris, pegawai e-motion. “Yoyo yang dari tadi sudah datang. Tadi kayaknya, lagi pergi makan di gado-gado boplo.”

Dari ruangan tamu itu, saya melihat Yoyo melintas ke arah gedung sebelah ditemani dua orang lelaki. Saya mengejar dan langsung menyapanya. “enakan nunggu lengkap aja ngobrolnya,” ujar dia. Saya mengiyakan. Dia bergegas masuk.

Di gedung sebelah kiri dari kantor e-motion itu bernomor tujuh. Di sana terparkir mobil kijang hitam bernomor polisi B 910 Q. Belakangan saya baru tahu, kalau kendaraan itu milik Yoyo. Gedung itu berbeda dengan kantor sebelumnya. Bertingkat lima dan banyak jendelanya. Ada poster besar bergambar grup musik Drive. Band yang diproduseri oleh Piyu.

******

Lexi sudah menunggu saya di warung rokok yang berada persis di depan gedung latihan musik Padi di Jalan Blora 7, Jakarta Selatan. Lelaki gondrong dan bertubuh sedang itulah yang mengatur jadwal show band ini. Walaupun ada tato di tangan kirinya, lelaki ini ramah. Lexi bergabung dengan manajemen Padi sejak tahun 2001.

Untuk band sekaliber Padi, paling tidak dibutuhkan tiga manajer dengan tugasnya masing-masing. Untuk project manajer diserahkan pada Ricky, road manager ditangani Lexi, dan manajer panggung adalah Ipoel. “Hari ini latihan untuk persiapan mentas di Yogyakarta dan siaran langsung di Lativi,” kata Lexi.

Matahari tenggelam di ufuk barat. Sambil nongkrong di warung rokok itu, kami banyak ngobrol tentang Padi. Lexi diajak oleh Piyu untuk menjadi manajernya pada tahun 2001. Saat itu, Padi akan merampungkan album keduanya bertajuk Sesuatu Yang Terindah. “Dulu Padi sedang sibuk-sibuknya akan tur ke Sulawesi,” tuturnya.

“Biasanya latihan di Cinere. Tapi kali ini, inginnya di sini. Karena berada di tengah kota yang aksesnya mudah,” kata Lexi. “Personil yang datang baru Yoyo ama Piyu. Fadly lagi di Makassar, dia pasti datang. Dari bandara langsung ke sini.”

Di sela obrolan, saya sempat melihat Piyu yang akan masuk ke gedung tempat latihan Padi. Tak lama kemudian Piyu berjalan jinjit menuju gedung bernomer lima itu. Terburu-buru.

Piyu adalah andalah Padi. Meraup sukses di dunia musik, ia dan keluarga istrinya membentuk perusahaan mobile phone dan merambah ke dunia perusahaan rekaman. Saat ini, Piyu tidak hanya mengurusi Padi. Ia juga menjadi produser grup baru di blantika musik Indonesia, Drive.

Lexi kemudian masuk ke gedung latihan. Ia meminta saya menunggu sejenak untuk konfirmasi dengan semua personilnya. Saya mengiyakan. Tak lama kemudian, sekira pukul 18.30 Wib, mobil bermerk Mitsubishi GLS bernomor polisi F 40 LY berwarna merah keluaran tahun 1998, mengambil posisi untuk parkir. Dari plat mobil, saya sudah menduga yang datang adalah Fadly, vokalis Padi.

Ia keluar dan langsung merokok sambil bersandar di mobil milik Yoyo. Di dalam mobil itu, ada beberapa penumpang lainnya. Dari seberang jalan, terlihat Fadly sedang bermain ciluk-ba ke arah dalam mobil. Belakangan saya baru tahu, ia sedang bermain dengan anak ketiganya, Andi Siti Fatimah Batari Fadly yang masih berusia sembilan bulan. Di mobil itu juga ada istrinya, Deasy Auli Arifuddin.

Tak lama kemudian, mobil itu bergegas pergi. Seorang perempuan yang menyetirnya. Fadly masuk gedung. Dan dari jendela lantai dua, Lexi memanggil saya untuk masuk. Gedung itu, suasananya sepi. Masih bau cat. Tangga naiknya, terbuat dari besi. Di lantai dua, sudah ada beberapa orang crew Padi yang duduk di jendela menghadap keluar.

Yoyo sedang asyik merokok di anak tangga kedua yang menuju lantai tiga. Ia mengenakan kaos oblong abu-abu dan celana jeans. Ia terlihat santai. Badannya sedang-sedang saja. Rambutnya tipis. “Masih nunggu Rindra sama Ari nih,” tutur dia kepada saya.

Di lantai dua itu ada dua pintu. Pintu pertama, ruangan kosong yang hanya dilengkap Air Conditioner (AC) 1 PK. Dan Pintu keduanya, ruangan latihan. Tak lama kemudian, Fadly keluar dari pintu kedua. Dia menyalami saya. “Abis pulang ke Makassar,” ujar Fadly. Makassar adalah ibukota Sulawesi Selatan.

Sambil menunggu Rindra dan Ari yang belum datang, Yoyo dan Fadly menikmati bubur sebagai makan malamnya yang dibeli oleh crew Padi. Yoyo memilih duduk di dekat jendela sedangkan Fadly masuk ke ruangan kosong di pintu pertama.

Tak lama kemudian, Piyu datang dan langsung masuk ke studio. Berselang beberapa menit kemudian, Rindra dan Ari juga datang. Juga langsung masuk studio. Yoyo dan Fadly, langsung menyelesaikan makanannya dan masuk ke tempat ruangan yang sama.

******

Sekitar tahun 1995, di kantin Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur, Ari ditemui Piyu yang baru saja kembali dari Jakarta. Dua orang ini berbincang-bincang tentang musik. Saat itu, Piyu sudah bergabung dengan musik rock Cristal sebagai gitarisnya. Sedangkan Ari dan Rindra sudah punya kelompok musik kampus bernama Warna.

Piyu ingin mencari pemain bass untuk grupnya. Ari mengajukan Rindra. Mahasiswa Fakultas Hukum Unair. Piyu akhirnya bertemu dengan Rindra, kemudian diajak ke Jakarta untuk mixing bikin lagu. “Saya cuma ikut nemenin Rindra dan Piyu ke Jakarta,” tutur Ari.

Sesampai di Jakarta, Rindra tak cocok dengan band Cristal. Ari dan Rindra akhirnya kembali ke Surabaya. “Nggak cocok aja musiknya.”

Tak lama kemudian, Piyu kembali menemui Ari di rumahnya. Ia menawari bikin band. “Kita bikin band yuk,” ajak Piyu. Ari setuju, Rindra kemudian diajak lagi bergabung. Untuk vokalisnya, Ari mengusulkan Fadly yang teman sekelas kuliah di Jurusan Studi pembangunan. Fadly sebenarnya sudah punya kelompok musik yang biasa mentas di kafe-kafe bernama Mr. Q.

Suatu ketika di siang hari, Piyu menemui Fadly di Kostannya di Jalan Gubeng Airlangga, Surabaya. “Kita mau bikin band kampus,” tawar Piyu. Fadly langsung mengiyakan. Di Unair, Fadly adalah mahasiswa pendatang. Ia dilahirkan dari Makassar Sulawesi Selatan. “Jadi anak kost,” tuturnya.

Sosok piyu, bagi Fadly, bukan orang baru. Ia seniornya di kampus. Sebelum ditawari bikin band, Fadly pernah berdiskusi dengan Piyu di kantin ekonomi. Saat itu Piyu banyak bercerita tentang musik dan legenda khalil Gibran. “Saya kan orang yang belum tahu cerita legenda kayak gitu,” ujar Fadly kepada saya sambil tertawa kecil.

Masuknya Fadly, personil akhirnya berempat, Piyu, Ari, Rindra, dan Fadli. Nama Warna akhir diubah menjadi Soda. Tampil kali pertamanya di Fakultas Hukum Unair pada Oktober 1996.

Nama band ini disematkan asal-asalan. Saat itu, Lilo personel KLA Project menawarkan mereka untuk demo lagu arasemen mereka. Nama belum terbentuk dan akhirnya disepakati Soda. “Lilo cuma janjiin doang. Nggak ada buktinya,” ujar Piyu.

Di saat itu, Soda belum memiliki drummer. Agar formasi band lengkap, Piyu menemui Yoyo yang baru pulang dari Jakarta untuk bergabung. Yoyo yang juga mahasiswa Unair ini, mengiyakan. Padahal saat itu, ia sudah bergabung di Andromeda band.

Latihan akhirnya di studio Natural, Surabaya. Dan sesekali juga berlatih di rumah milik Yoyok. Masuknya Yoyo, nama Soda akhirnya berubah lagi menjadi Padi. Nama baru itu akan dicantumkan untuk kaset demo yang akan dikirimkan ke perusahaan rekaman. Yoyo yang mencetuskan nama pengganti itu. “Pake nama padi aja,” ujar Yoyo kepada personil Soda di kantin kampus di awal tahun 1997.

Fadly dan Piyu sempat kaget. Fadly akhirnya mengemukakan alasan nama itu disematkan. “Nama ini mengakar dan bisa dirasakan oleh banyak kalangan serta kesannya membumi,” ujar Fadly.

“Filosofinya, biar orang bisa ingat, kan setiap hari orang makan nasi, kalau kelaparan orang pasti akan ingat padi.''

Akhirnya, nama Padi dikibarkan pada 8 April 1997. Formasi band ini terdiri dari Yoyo, sang penggebuk drum bernama lengkap Surendro Prasetyo kelahiran Surabaya 29 November 1975, Fadly adalah Andi Fadly Arifuddin dilahirkan di Makassar 13 Juni 1975, Rindra lengkapnya Rindra Risyanto Noor kelahiran Balikpapan 5 Desember 1972, Ari lengkapnya Ari Tri Sosianto kelahiran Bogor 11 September 1975 dan tentunya Piyu sang gitaris

Sejak saat itu Padi mulai mencari genre musiknya. Mereka berusaha ada perusahaan rekaman yang menerima lagu Sobat, yang akan menjadi andalan demonya. “Rencananya, harus masuk rekaman,” ujar Yoyo.

Demi Padi, Piyu akhirnya rela wira-wiri Surabaya-Jakarta. Hampir setiap pekan ia menyambangi perusahaan rekaman. Tugas mondar-mandir ini didaku ke Piyu, karena dialah mahasiswa yang nyaris menyelesaikan kuliahnya dibandingkan personil lainnya. Belakangan, hanya Yoyo yang ternyata tidak menyelesaikan kuliah.

“Saya sudah datangi banyak perusahaan rekaman yang saya temui,” ujar Piyu. Hasilnya selalu gagal. Perusahaan rekaman sekaliber Aquarius dan RIS musik, sempat menolaknya.

Tahun 1998, saat Padi manggung di pub Color, Surabaya, salah seorang perwakilan dari label rekaman Sony Musik Indonesia menawarkan Padi untuk rekaman album kompilasi Indie 10 dengan lagu andalan Sobat. Album kompilasi ini, barengan dengan grup lainnya.

Saat bersamaan juga, pihak Sony berada di Surabaya untuk urusan promo album Arwana. Di sela itu, Padi diikutkan untuk audisi musiknya. Mereka tidak menyangka, lagu demonya ikut audisi. “Pihak Sony saya datangi juga untuk bisa mendengarkan demo lagu waktu di jakarta,” kata Piyu.

Kerja keras Piyu dan kawan-kawannya membuahkan hasil. Padi masuk rekaman. Kontrak rekaman untuk empat album sekaligus jadi buah manis yang mereka petik. Album pertama: Lain Dunia yang dirilis setahun kemudian pada tanggal 6 Agustus 1999.

Penjualan album ini lamban. Setelah pihak perusahaan membuat video klip lagu Mahadewi dan ditayangkan di televisi dan banyak radio. Padi langsung melejit ke tangga teratas musik di Indonesia. Lagu andalannya; Begitu Indah, Demi Cinta, Seperti Kekasihku, dan Mahadewi.

“Album perdana, yang paling banyak bikin lagu, Piyu,” ujar Fadly. “kalau musiknya, kita garap rame-rame.”

Setelah album Lain Dunia, dua tahun kemudian, 2001, Padi meluncurkan album keduanya bertajuk Sesuatu Yang Tertunda. Kerja musiknya tak sia-sia, album ini langsung menyabet tiga kategori penghargaan dari ajang Anugerah Musik Indonesia (AMI). Sebagai Best Group Pop Progresif, Best Album Pop Progresif, dan Best Artis.

Album ini diperkirakan angka penjualannya mencapai dua juta copy. Penghargaan untuk album kedua ini, terus diterimanya. Tahun 2002 dari Musik Televisi (MTV) Asia Music Award Best Favourite Group from Indonesia dan disusul dari SCTV Music Award Group Band Paling Ngetop.

Album Sesuatu Yang Tertunda berisi sepuluh lagu, antara lain Bayangkanlah, Sesuatu yang Indah, Semua Tak Sama, Kemana Angin Berhembus, Lain Dunia, Perjalanan Ini, Seandainya Bisa Memilih, Angkuh, Lingkaran, dan Kasih Tak Sampai.

Tahun 2003, Padi mengeluarkan album lagi bertajuk Save My Soul. Mereka berkolabolasi dengan Iwan Fals dan Robert Burke, musisi Australia yang piawai bermain saksofon, pianis Kiernan Box, Adjie Rao bermain perkusi dan penyanyi Astrid Sartiasari. Padi juga melibatkan Maya Hassan untuk bermain Harpa.

Lagu-lagu album Save My Soul tak kalah pamor dengan album sebelumnya. Lagu-lagu seperti Ketakjuban, Hitam, Rapuh, Di Atas Bumi Kita Berpijak, Cahaya Mata, Menanti Keajaiban, Menjadi Bijak, Sesuatu Yang Tertunda, Patah, dan Repihan Hati berhasil merengkuh pikat para penggemarnya. Bahkan dua lagu andalannya berjudul Hitam memeroleh Best Song AMI Award dan Save My Soul menjadi Favourite Band dari MTV Indonesia Award.

Pada 9 Mei 2005, album keempat Padi diluncurkan dengan tajuk Padi. Proses penggarapannya memakan waktu 1 tahun 10 bulan. Penamaan album ini, dianggap sebagai proses kelahiran kembali dengan semangat karier mereka pada saat awal berkiprah di musik Indonesia. Angka penjualan pertama mencapai 300 ribu copy.

Lagu di album ini antara lain, Prolog, Tak Hanya Diam, Menanti Sebuah Jawaban, Elok, Siapakah Gerangan Dirinya, Menerobos Gelap, Save My Soul, Akhir Dunia, Ternyata Cinta, dan Masih Tetap Tersenyum.

Album Padi ini, tetap dengan kisah romantisme, kebijaksanaan menyikapi hidup, dan permasalahan yang mereka yang temukan. Lagu berjudul Prolog yang ditulis Piyu bercerita sisi optimis masa-masa lalu Padi. lagu Siapa Gerangan Dirinya, tentang romantisme seorang pilot yang jatuh cinta dengan korespondensinya seorang wanita yang belum pernah ditemuinya.

Dan judul Akhir Dunia mengisahkan tentang dampak pemakaian Narkoba dan problematika hidup untuk bangkit dan semangat kembali. “Saya juga dibantu oleh personil lainnya,” ujar Piyu.

Tak tanggung-tanggung musisi yang dilibatkan di album Padi. Ada Sentuhan piano Bubbi Chen, Permainan Hammond Abadi Soesman, tabla dari Koussik Dutta. Hadir pula, maestro biola, Idris Sardi.

Selama rentan waktu dari tahun 1999 sampai 2005, penghargaan banyak disematkan Padi. Di tahun 2000 antara lain; Clear Top Ten Award, Platinum Award dari Sony Music Indonesia, AMI Sharp Award, dan MTV Indonesia Award.

Tahun 2001; Clear Top Ten Award, AMI Sharp Award dengan menyabet 6 kategori dan dan dua kategori dari Sony Music Indonesia. Tahun berikutnya, 2002 memperoleh; Anugerah Planet Muzik sebagai group musik terbaik, Clear Top Ten, MTV Asia Music Award, SCTV Music Award, Sony Music Indonesia memeroleh Platinum, dua kategori Video Music Indonesia, MTV Music Indonesia.

Tahun 2003, MTV Indonesia Award kembali menganugerahkan penghargaan sebagai favourite band, dari AMI Award menyabet empat kategori, dan Clear Top Ten Award. Sedangkan tahun 2005 sebagai Most Favourite Group dari MTV Indonesia Award, dan tiga kategori AMI Award.

Ketenaran Padi, sudah menyebarkan benihnya ke pentas musik Indonesia. Dari perjalanan terseok-seok menentang arus kekuasaan perusahaan rekaman yang mengincar bisnis. Padi kini punya studio sendiri untuk meniti karir.

*******

Malam sudah menyelimuti Kota Jakarta. Lima personil Padi sudah berkumpul di dalam studio latihan. Warna ruangannya terlihat mencolok, pink tua. Hanya dilengkapi pendingin ruangan 1 PK. Ada satu foto besar yang tak tergantung, bergambar Piyu sedang atraksi dengan gitarnya.

Fadly berdiri membelakangi pintu sambil menggenggam microphone. Ia berhadapan dengan Yoyo yang sibuk menabuh drum. Sebelah kanan Fadly, Piyu sambil memainkan gitar. Di sebelah kiri Fadly, Ari memainkan gitar dan Rindra sebagai bassist.

Suasana latihan santai saja. Sesekali tertawa, kemudian serius lagi. Lagu-lagu yang dibawakan Fadly, tanpa teks. Sudah hafal. Fadly mengenakan celana jeans dengan kaos oblong. Sedangkan Piyu memakai kaca mata dengan pakaian baju lengan panjang berwarna coklat dipadu kaos dalam putih. Celana jeans dan kaos kaki abu-abu.

Personilnya lainnya; Yoyo hanya mengenakan kaos abu-abu dengan celana jeans dan Rindra celana pendek abu-abu dengan kaos abu-abu, sedangkan Ari mengenakan jaket hitam dengan celana gunung hitam serta topi yang terpasang terbalik.

Lagu pembuka yang dinyayikan berjudul Di Atas Bumi Berpijak. Saya sempat mendengarkan tiga lagu yang belum pernah Padi nyanyikan. Ternyata, lagu untuk album kelimanya. “Belum di kasih judul. Masih harus disesuaikan dulu,” ujar Rindra.

“Dalam waktu dekat ini, sudah bisa masuk rekaman lagi,” ujar Fadly. Perusahaan rekamannya tetap PT. Sony Music Indonesia. Perusahaan ini mengontrak empat album lagi. Total menjadi delapan album.

Suasana tempat latihan Padi, relatif santai. Para crewnya, sibuk menyiapkan kebutuhan personil Padi. Di dalam studio, crew harus menyetem alat musik. Jika di luar gedung, crew sibuk menyiapkan makan malamnya.

Malam itu, menu makannya bubur ayam. Piyu dan Yoyo, duduk di dekat anak tangga. Ari memilih duduk di jendela. Fadly, lebih senang menikmati rokoknya. Rindra terlihat mondar-mandir. Dia tidak makan dan tidak merokok. Piyu pun tidak merokok.

Dari semua personil Padi, Yoyo yang dikenal suka iseng kepada crew. Wawung yang biasa kena sasarannya. Celananya kerap dipelolotin dan banyak keisengan lainnya. “Gue yang sering kena sasaran. Sebenarnya, crew lainnya juga sering kena ama Yoyo,” ujar Wawung.

“Biasalah, namanya juga becandaan,” ujar Yoyo. Fadly, lebih dikenal personil yang suka guyon. Sedangan Piyu, Ari dan Rindra, lebih banyak mendengarkan dan senyum.

Menjelang tengah malam. Suasana jalan Jenderal Soedirman dan kawasan sekitarnya mulai lancar dari kemacetan. Saya bergegas meninggalkan gedung itu. Personil Padi masih belum bergeming untuk latihan. Album kelima nanti, akan kembali menyapa para sobat Padi.

Reactions

Posting Komentar

2 Komentar

Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Anonim mengatakan…
It isn't hard at all to start making money online in the undercover world of [URL=http://www.www.blackhatmoneymaker.com]blackhat seo world[/URL], It's not a big surprise if you don't know what blackhat is. Blackhat marketing uses not-so-popular or little-understood methods to produce an income online.
Close Menu