Bungkus rokok bermerk aneh terpajang di beberapa sudut ruang rumah di salah satu tempat tinggal di Dusun Kembaran, Kelurahan Tamantrito, Kasihan, Bantul,
Pemiliknya adalah Butet Kartaredjasa. Sosok yang dikenal sebagai SBY alias Si Butet Yogya dalam acara Republik Mimpi yang ditayangkan televisi swasta. Ia menyebut rokok bermerk aneh itu sebagai rokok marjinal. “Rokok-rokok ini buatan orang kampung. Orang kampung ‘
“Banyak banget. Aku itung-itung, sekitar empat ribuan. Capek ngurusin, tapi karena hobi, jadinya senang aja,” ujarnya.
Agar tetap terjaga, Butet berencana membuatkan lemari khusus untuk koleksinya ini. Ia juga dibantu oleh pembantu lelaki di rumahnya yang setiap hari merawatnya. Agar bungkus tidak cepat pudar, Butet membuang isinya terlebih dahulu. Ia selalu berhati-hati saat membuka bungkusnya agar terlihat rapi.
Sudah empat tahun lamanya ia berburu bungkus rokok marjinal itu. Setiap masuk ke kampung-kampung di daerah tempat tinggalnya atau di pelosok lain, Butet selalu memerhatikan warung penjual rokok. Ia berharap ada lagi rokok yang belum masuk dalam daftar koleksinya.
Tapi, kerapkali ia tetap saja membeli walaupun sudah ada dalam koleksinya. “Biasanya yang sudah rusak atau yang gambarnya sudah usang. Yang baru dibeli biasanya untuk cadangan,” ujarnya.
Ia tidak pernah berpikir untuk menjadi kolektor rokok marjinal. Namun, soal menghisap rokok, Butet jagonya. Sebelum mentas atau masuk studio, ia bisa menghabiskan rokok hingga
Koleksinya dimulai saat ia berada di
Tak ayal, bukan rokok kegemarannya yang dibeli. Ia malah memborong semua rokok yang bermerk aneh itu. Sepanjang perjalanan, ia menyempatkan singgah di warung-warung rokok. Untuk mencari rokok kegemarannya sekaligus mencari rokok aneh itu lagi. Hanya dalam jangka waktu sehari, ia memboyong ratusan bungkus rokok.
Yang membuat ia tertawa sendiri saat ia menemukan rokok yang merk dan kemasannya mirip Gudang Garam. Seperti Gudang Gamping, Gudang Baru, Laut Garam.
Beberapa koleksi diperolehnya sendiri. Sebagian kecil dibawa oleh rekan-rekannya. Namun setiap ada informasi rokok marjinal yang baru diproduksi masyarakat, ia langsung mengejar. “Aku datangin sendiri. Yang penting, informasinya layak dipercaya,” ujarnya.
Gara-gara koleksi ini, Butet pernah terinsipasi membawakan tokoh monolog bernama RM Sukihayatno berjudul: Matinya Toekang Kritik. Ternyata, sosok tokohnya itu sama-sama kolektor bungkus rokok marjinal. Orang ini, kata Butet, lebih rajin berburu. Sampai ia datangi kawasan Trowulan,
Munculnya rokok-rokok marjinal, menurut Butet, menandakan adanya proses kreativitas masyarakat
Soal pajak cukai, ia punya cerita sendiri. Saat ia mendatangi rumah-rumah kampung untuk melengkapi koleksinya di daerah Kudus, Jawa Tengah, banyak warung tiba-tiba menyembunyikan rokok buatan warga. Butet bingung dan tidak tahu masalahnya. Padahal ia sudah membayangi akan mendapatkan bungkus rokok yang namanya unik.
Ternyata, Butet disangka petugas bea cukai. Warga takut rokoknya kena razia. “Aku baru sadar kalau rokok kampungan itu nggak bayar pajak. Pantesan rokok aneh disembunyikan pedagangnya,” ujarnya.
Sampai sekarang, Butet tetap berburu rokok marjinal. Karena hobinya ini, banyak rekan sesame seniman membawakan untuknya sebagai hadiah. Biasanya dibawakan setelah ia masuk ke pelosok kampung. Saat kembali pulang, rokok marjinal oleh-olehnya. “Bukan ayam atau buah-buahan, tapi bungkus rokok,” ujarnya, tertawa.
3 Komentar
aku mau juga ah tapi koleksi apa yah yang asyik hahah